Senin, 01 Agustus 2016

Lemahnya Pengawasan Desa, Potensi Dana di Korupsi


Beritacaya, Karawang - Akibat dinilai kurang efektif dalam pemantauan alokasi dana desa, dan tidak tersedianya sarana untuk warga desa jika ingin melaporkan bilamana terjadi penyelewengan dana desa, hal ini menunjukkan Lemahnya Pengawasan Desa, Potensi Dana di Korupsi. Seperti yang disebutkan Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI) karawang, mereka menilai lemahnya pengawasan dana desa di kabupaten karawang sehingga berpotensi untuk dikorupsi.

"Pengurusan dana keuangan di daerah oleh inspektorat diduga kurang efektif dikarenakan adanya sistem yang belum terbentuk dengan baik. Lalu bagaimana jika ada pengaduan dari masyarakat, diajukan kemana? Hal itulah yang mau kita selesaikan. Sementara kepengurusan dana itu belum efektif, dengan katalain sangat mungkin terjadi korupsi." Sebut Ketua LAKI, Yanto, (Senin/1/8/2016)

Dari segi aspek kepengurusan, untuk daerah evaluasi yang sudah dibentuk juga masih terlihat kurang jelas. Pada sisi yang lain menurut aspek regulasi kelembagaan, disana bahkan KPK menemukan masalah tentang regulasi serta petunjuk pengerjaan keuangan desa yang kurang lengkap.

"KPK turut menemukan masalah dalam persoalan timbulnya kemungkinan yang tumpang tindih antara kementrian desa dengan direktorat jendral bina pemerintah desa kementrian dalam negri. Susunan pembagian dana desa tercantum dalam PP NO. 22/2015 belum cukup transparan juga hanya didasarkan atas dasar pemerataan saja, serta pengaturan dalam pembagian penghasilan tetap untuk perangkat desa dari ADD yang berlaku pada PP NO. 43/2014 minim keadilan dan kewajiban penyusunan laporan pertanggung jawaban kepada desa jelas kurang efisien karena ketentuan regulasi  juga adanya tumpang tindih," pungkas KPK.

Dilihat dari segi aspek penataan pelaksana, KPK justru menemukan suatu persoalan, yaitu kerangka waktu situs pengelolaan anggaran desa yang sulit sekali dipatuhi oleh desa, misal satuan harga baku barang atau jasa yang dijadikan acuan oleh desa untuk menyusun APBD desa belum juga tersedia.

"Sementara, transparansi rencana pengguna dan pertanggung jawaban APBD desa sendiri masih rendah. Laporan pertanggung jawaban yang dibuat oleh desa belum mengikuti standar dan adanya kemungkinan manipulasi. Juga APBD desa yang disusun oleh desa belum sepenuhnya menggambarkan keperluan yang dibutuhkan desa. Untuk aspek sumber daya manusianya sendiri ada persoalan, yaitu tenaga pendamping yang rawan melakukan korupsi, dengan memanfaatkan kelemahan dari aparat desa," ujarnya.

Bila kita lihat dari segi aspek persoalan yang ada, ini menunjukan Lemahnya Pengawasan Desa, Potensi Dana di Korupsi. Dengan ini kami berharap kepada instansi terkait agar segera melakukan perubahan baik dalam mengelola keuangan desa. Dimana dana desa haruslah mampu memajukan dan mengembangkan desa.

Wakil Mentri Keuangan Mardiasmo pun menjelaskan, bahkan sampai detik ini pemerintah bersama Kementrian Keuangannya sukses dalam menempatkan 35% dari 40% dana desa ditahap pertama pada tahun 2015 yang dialokasikan sejumlah 20,7 triliun.

Diapun mengatakan, masih terdapat dana yang belum disalurkan dikarenakan adanya bupati yang sampai saat ini belum membuat Peraturan Bupati untuk dijadikan sebagai perlindungan hukum atas dasar pengelolaan dana desa tersebut.

"Pada angka 40% pertama ini sudah terealisir sekitar 35%, masih kurang 5% lagi karena bupati belum sempat membuat aturan alokasi perdesa. Padahal kami sudah menunggu surat serta meminta tolong agar bupati tersebut untuk diingatkan," ucapnya.

"Kita semua berharap agar persoalan ini khususnya dalam persoalan Lemahnya Pengawasan Desa, Potensi Dana di Korupsi dapat terselesaikan dengan baik," pungkasnya.

Advertiser